Resources / Blog / PPh Final

Natura: Dasar Hukum dan Syarat Perlakuan Pajaknya

Apa itu Natura? 

Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang melainkan berbentuk barang. Namun dalam praktiknya ada sedikit perbedaan antara natura dan kenikmatan.

Contoh pemberian dalam bentuk natura adalah pemberian beras, gula dan bahan pangan lainnya. Sedangkan kenikmatan merupakan pemberian fasilitas seperti mobil atau tempat tinggal. 

Dasar Hukum Pemberlakuan Natura 

Ada beberapa dasar hukum yang mengatur perlakuan atas jenis imbalan ini, diantaranya:

Syarat Pengenaan Pajak Atas Natura/ Kenikmatan  

Dalam praktinya, penerapan pengenaan pajak atas imbalan jenis natura/ kenikmatan dibagi menjadi dua, di antaranya:

1) Natura/ Kenikmatan sebagai objek pajak dan bukan objek pajak. 

Secara umum berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf D UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, natura atau kenikmatan bukanlah objek PPh. Namun ada beberapa pengecualian tertentu yang menjadikan jenis imbalan ini menjadi objek PPh sehingga dikenakan pajak.

Baca Lebih Lanjut:

Pengecualian ini terjadi jika imbalan ini diberikan bukan oleh wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus yang dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh. 

Contoh, yang dimaksud dengan bukan wajib pajak adalah kantor Sekjen ASEAN di Indonesia, sedangkan wajib pajak yang dikenakan PPh Final adalah wajib pajak usaha jasa konstruksi.

2) Natura/ Kenikmatan sebagai deductible dan nondeductible expense.

Berdasarkan Pasal 9 ayat 1e UU PPh, penggantian imbalan berhubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang atas penghasilan bruto dari pemberi kerja (non deductible expense). 

Baca Juga: Kupas Tuntas Cara Menghitung PPh Badan

Namun ada beberapa pengecualian yang diatur dalam PMK No. 167/PMK.03/2018 

Berikut ini beberapa ketentuan yang membuat natura tidak termasuk dalam pengurang penghasilan bruto pemberi kerja: 

a) Pemberian makanan atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

  • Pegawai yang dimaksud di sini adalah seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan komisaris, sedangkan penyediaan minuman atau makanan mencakup seluruh imbalan yang disediakan di tempat kerja.
  • Pemberian kupon makanan atau minuman bagi pegawai. Dalam hal ini kupon menjadi alat transaksi bukan uang yang dapat ditukarkan dengan makanan/minuman.
  • Nilai kupon makanan/minuman yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja sesuai dengan nilai kupon wajar.

b) Penggantian yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.

  • Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah terpencil secara ekonomis yang memiliki potensi layak dikembangkan, tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara. 
  • Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan berkenaan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu yaitu berupa sarana dan fasilitas di lokasi kerja (selama fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakan sendiri). Beberapa fasilitas tersebut di antaranya tempat tinggal, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan atau sarana di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarga, serta olahraga (tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda dan terbang layang).

c) Pemberian natura yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya. 

  • Yang termasuk dalam ketegori ini adalah pakaian dan peralatan keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, sarana antar jemput pegawai, penginapan untuk awal kapal dan sejenisnya, kendaraan yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan dan pekerjaannya. 

Update UU HPP: Natura Menjadi Objek Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) atau UU Nomor 7 Tahun 2021, natura dan/atau kenikmatan menjadi objek pajak penghasilan (taxable). Penyesuaian ini terdapat pada beberapa pasal, di antaranya:

  • Pasal 4 ayat (1) huruf a

Pada pasal ini, disebutkan bahwa natura dan/atau kenikmatan menjadi objek pajak. Pasal ini berbunyi:

“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasa dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atua imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.”

  • Pasal 4 ayat (3) huruf d

Pasal ini membahas hal-hal yang dikecualikan dari objek pajak, yang berbunyi sebagai berikut:

“Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:

  1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
  2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
  3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
  4. natura dan/atau kenikmatan yangn bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja desa; atau,
  5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
  • Pasal 6 ayat (1) huruf n

Pada pasal ini, natura dan/atau kenikmatan dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto. Lebih jelasnya, pasal 6 ayat (1) huruf n berbunyi sebagai berikut:

“Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.”

Ada pun pasal 9 ayat 1 huruf e yang ada dalam UU 36 Tahun 2008, dihapus dan tidak ada dalam UU HPP.

Pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan ini mulai berlaku pada tahun pajak 2022.

Baca Juga: Berlaku 2022, Pahami Poin Penting dalam UU HPP Terbaru Ini

Jadi secara garis besar dapat disimpulkan, bahwa penerapan pajak pada imbalan jenis natura/kenikmatan harus diperhatikan asal-usulnya. Anda sebagai wajib pajak harus melihat dari mana imbalan ini berasal dan peruntukkannya mengacu pada peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Jika Anda memiliki kebutuhan untuk hitung, setor, lapor pajak penghasilan natura, silakan mencari tahu lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan PPh OnlinePajak di sini.

Reading: Natura: Dasar Hukum dan Syarat Perlakuan Pajaknya